Menindaklanjuti pertanyaan berikut dari seorang rekan blogger.
- Apakah sudah ada standar nasional mengenai kurikulum TIK? Jika ada, apakah sudah diterapkan? Sejak kapan?
- Di mana saya dapat memperoleh kurikulum TIK tersebut?
- Saya baca di blog Ibu bahwa TIK menjadi pelajaran mulok yang artinya tergantung otonomi tiap sekolah. Mengapa?
- Kira-kira berapa persen sekolah yang di bandung yang telah mengimplementasikan pelajaran TIK?
- Jika di suatu sekolah telah mengimplementasikan pelajaran TIK, apakah masih diperlukan ekstrakurikuler TIK? Kira-kira materi apa yang dapat disampaikan di ekskul TIK tersebut?
Berikut ini adalah beberapa jawaban yang bisa saya berikan. Maaf sebelumnya saya bukan orang yang berperan langsung di lingkungan diknas. Untuk itu jawaban ini hanya sebatas pengetahuan saya. Agar informasi yang didapat lebih valid sebaiknya coba masuk ke situs puskur di sini.
Alasan saya memilih untuk menuliskan di blog, dengan harapan jika ada informasi yang saya berikan salah dapat diluruskan oleh yang lain. Selain itu saya tentu mendapatkan pengetahuan yang berharga dari rekan lainnya, bukan? 🙂
- Standar nasional untuk kurikulum TIK SD muncul tahun 2004 dengan KBK nya (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Sebelum KBK diterapkan, di lapangan sudah banyak sekolah yang memasukkan komputer sebagai pelajaran ekstrakurikuler wajib atau mulok (muatan lokal). Untuk materi pelajarannya sendiri bebas. Belum ada acuan standar. Yang saya tahu banyak sekolah menggunakan software-software permainan yang banyak dijual bebas. Setelah munculnya KBK banyak sekolah yang mulai menerapkan pembelajaran TIK dengan mengacu pada isi kurilum 2004.
- Kurikulum TIK bisa didapat di situs puskur. Pembahasan yang lebih lengkap bisa dibaca di sana.
- Yang ini mungkin ceritanya agak panjang. KBK maupun kurikulum sebelumnya dikembangkan oleh pemerintah. Jadi, guru tinggal menjalankan. Kondisi ini dikarenakan pada masa itu sesuai dengan sistem pemerintahan kita yang sentralistik (Terpusat). Kemudian Indonesia memasuki era reformasi, yang artinya pengelolaan pemerintah menjadi desentralisasi, berupa otonomi daerah dan otonomi sekolah. Sehingga kurikulum tidak relevan dengan kondisi yang ada. Untuk itu dikenalkan KTSP, dengan harapan nantinya, kelak, maka guru dan instansi terkait dapat mengembangkan kurikulum, dengan melihat potensi yang ada pada masing-masing daerah. Sayangnya, masih banyak orang yang pesimis melihat kemungkinan ini karena berbagai alasan. Untuk itu maka beberapa pelajaran wajib masih diberikan gambaran dari KTSP oleh pusat. Namun kurikulum yang ada ini tidak terpaku pada silabus yang diberikan oleh pusat. Guru bahkan diperbolehkan dan diharapkan untuk menambah beberapa indikator yang ada di silabus. Yah, perubahan memang tidak bisa cepat, bukan? Semuanya perlu proses. Untuk TIK SD sendiri mungkin pemerintah melihat bahwa infrastruktur di berbagai daerah belum merata, seperti sarana dan prasarana yang sangat dibutuhkan dalam pembelajaran TIK. Ini terlihat dari hilangnya KTSP TIK untuk SD. Jika mata pelajaran lain tetap mempunyai standar minimal dari pusat maka mungkin TIK (karena dianggap baru lahir maka lebih mudah untuk beradaptasi). Ini hanya perkiraan saya lho :).
- Wah, saya belum pernah melakukan survey nih.
- Itu tergantung kebijaksanaan dari pihak sekolah. Kalaupun ingin diadakan tentu saja materi pembelajarannya harus berbeda.
Hmm, jawabannya panjang juga ya? :). Mudah-mudahan cukup berkenan. Jika ada kesalahan saya mohon dimaafkan. Dan jika ada tambahan atau informasi yang lebih tepat dan sempurna mohon kiranya rekan-rekan lain bersedia menuliskannya di sini. Terima kasih.