Sambil menikmati kemacetan di belantara kota Jakarta, saya dan partner mengobrol. Salah satu hasil obrolan kami adalah ini: matematika.
Partner: “Apakah anak-anak sekarang tahu apa itu bilangan ganjil dan genap?”
Saya: “Bilangan ganjil yang jika dibagi 2 bersisa, dan bilangan genap jika dibagi dua habis.”
Partner kemudian menerangkan dengan membuat ilustrasi dengan kerikil-kerikil. “Jaman dulu, Aristoteles menerangkan hitungan seperti ini. Kerikil diurutkan sesuai jumlah bilangan. Satu kerikil untuk angka 1, dua kerikil untuk angka dua, dan seterusnya. Sekarang lihat, ada kerikil yang tidak berpasangan, kan? Hem, ganjil ya?”
Saya merasa sedikit geli sekaligus takjub. Iya juga, ya? Alangkah sederhananya. Namun saya yakin dengan cara ini anak-anak pasti cepat menyerap apa yang mereka pelajari.
Partner bilang, jaman dahulu Aristoteles menerangkan konsep hitungan kepada muridnya dengan menggunakan kerikil, karena itu yang ada. Dan jika cara itu sudah bagus kenapa harus diubah?
Ada lagi, bagaimana menerangkan bilangan komutatif? Partner menggambarkan seperti ini:
tanda panah merah menyatakan jika dibaca dalam format horisontal.
Ketika kerikil itu dijabarkan dalam bilangan maka tampak di gambar kerikil pertama terbaca 2,4,6 dan gambar kerikil di dua terbaca 3,6. Ternyata ketemu hasil yang sama, yaitu 6.
(Bilangan komutatif artinya kita bisa menukar angka dan jawabannya tetap sama)
Iseng saya bertanya, kenapa dia tidak mencoba menulis buku pelajaran? Jawabnya, “kalau aku yang bikin, bukunya pasti tipis :)”